Langsung ke konten utama

Pola dan Prosedur Belajar Tuntas

Konsep belajar tuntas memandang bahwa jika peserta didik dalam satu kelas memiliki taraf pencapaian kurang dari 95 %, maka kesalahan ditimpakan kepada guru selaku pendidik, bukan siswa. Sebab Banyamin S. Bloom memiliki pendapat bahwa tingkat keberhasilan atau penguasaan itu dapat dicapai, kalau pengajaran yang diberikan secara klasikal bermutu baik dan berbagai tindakan korektif terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan, dilakukan dengan tepat.

Dalam Winkel, (1996: 415), Bloom mengembangkan suatu pola dan prosedur pengajaran yang dapat diterapkan pada peserta didik. Pola yang sudah diciptakan Bloom ini, merupakan suatu pembelajaran yang berhasil. Adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut.

1. Menentukan tujuan – tujuan pembelajaran yang harus di capai peserta didik, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus.

2. Menjabarkan materi pelajaran yang akan disajikan atas sejumlah unit pelajaran yang dirangkaikan, yang masing – masing dapat diselesaikan dalam waktu lebih dua minggu.

3. Memberikan pelajaran secara klasikal, sesuai dengan unit pelajaran yang sedang dipelajari.

4. Pada akhir pelajaran, guru harus memberi tes terhadap masing – masing peserta didik, hal ini dimaksutkan agar kita dapat mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap pelajaran yang diberikan. Tes ini berupa formatif, namun harus ditetapkan norma yang tetap dan pasti, seperti misalnya siswa harus menjawab 85 % pertanyaan secara benar dari jumlah pertanyaan yang diberikan baru dinyatakan mencapai tujuan pembelajaran.

5. Jika peserta didik tidak mencapai target yang telah ditetapkan sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajaran, maka guru harus memberi bantuan atau pertolongan khusus, misalnya bantuan dari seorang teman yang bertindak sebagai tutor, mendapatkan pengajaran dalam kelompok kecil, disuruh mempelajari buku pelajaran yang lain, mengabil unit pelajaran yang telah diprogramkan dan lain sebagainya. Bantuan yang diberikan bisa beraneka ragam, namun harus sesuai dengan kebutuhan siswa yang mengalami kesulitan. Setelah diberikan bantuan dalam jangka waktu tertentu, maka siswa akan di tes kembai utuk mengukur taraf keberhasilanya.

6. Bila semua peserta didik atau hampir semua peserta didik menguasai materi sesuai dengan tujuan pembelajaran, maka guru bisa melanjutkan pembelajaran ke taraf berikutnya.

7. Unit pelajaran yang menyusul itu, juga diajarkan secara berkelompok  dan diakhiri dengan tes formatif seperti pada pembelajaran sebelumnya. Peserta didik yang belum mencapai standar yang telah dirumuskan dalam tujuan pembelajaran diberi bantuan khusus seperti pada pembahasan sebelumnya.

8. Setelah pembelajaran unit satu dan dua tercapai maka dilanjutkan ke unit ketiga. Jadi peserta didik akan selalu menerima dan mempelajari materi baru secara bersama – sama.

9. Srategi pembelajaran ini diterapkan pada unit – unit pelajaran lain sampai seluruh rangkaian selesai.

10. Setelah itu rangkaian unit pembelajaran selesai, peserta didik akan diminta mengerjakan soal tes yang mencakup semua unit pembelajaran yang telah di pelajari sebelumnya. Tes ini dilakukan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan masing – masing peserta didik terhadap semua tujuan – tujuan pengajaran khusus. Pada testing ini pun ditetapkan norma yang tetap dan pasti, yakni taraf keberhasilan 80 – 90 % dari jumlah soal yang dijawab dengan benar. Hasil ini pun digunakan sebagai nilai lapor sekolah.

Bloom memandang bahwa tidak harus semua peserta didik dalam satu kelas menguasai tes sumatif, namun 95 % dari jumlah peserta didik boleh diharapkan berhasil. Tingkat penguasaan untuk setiap unit pelajaran, tidak harus sama dengan tingkat penguasaan untuk seluruh rangkaian pelajaran, namun dua – duanya tidak di tuntut sempurna 100 % berhasil. Pada tes formatif hanya di tuntut 85 % sedangkan tes sumatif minimal 80 – 90 % dari seluruh jawaban yang benar.

Dalam konsep belajar tuntas guru harus membandingkan prestasi peserta didik tahun – tahun yang lalu dengan yang dicapai saat itu. Hal ini dimaksutkan agar pendidik dapat mencegah terulangnya kesalahan mengajar yang pernah dilakukan.

Kesimpulan

Konsep belajar tuntas merupakan pembelajaran dengan model berkelompok, namun mengusahakan agar setiap individual menguasai setiap tujuan pembelajaran yang telah di rumuskan. Belajar tuntas memiliki prinsip menciptakan siswa agar memiliki kemampuan dan mengembangkan bakat atau keterampilan yang dimilikinya. 

Siswa atau peserta didik yang cerdas dan yang tidak cerdas di usahakan agar memiliki selisi bakat yang tidak jauh. Belajar tuntas memiliki pandangan bahwa semua peserta didik akan mampu menguasai semua tujuan pembelajaran jika diberi waktu belajar yang cukup. 

Untuk itu, Banyamin S. Bloom memandang bahwa jika peserta didik dalam satu kelas memiliki taraf pencapaian kurang dari 95 %, maka kesalahan ditimpakan kepada guru selaku pendidik, bukan siswa. Karena tingkat keberhasilan atau penguasaan itu dapat dicapai, kalau pengajaran yang diberikan secara klasikal bermutu baik dan berbagai tindakan korektif terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan, dilakukan dengan tepat.

Reff:

Yamin, Drs. H. Martinis, M. Pd. 2006. Profesionalisasi Guru and Implementasi, Kurikulum Berbasis                    Kompetensi. Gaung Persada Press. Jakarta
Mukhtar, Martinis, (2001). Metode Pembelajaran yang Berhasil, Sesama Mitra Suksesa. Jakarta
Semiawan, Conny. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Gramedia Widiasarana Indonesia,                       Jakarta
Winkel, WS., 1996. Psikologi Belajar, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsip dan Proposisi Belajaran Tuntas

Konsep belajar tuntas atau Mastery Learning adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara perorangan maupun kelompok sehingga apa yang dipelajari siswa dapat tercapai semua (Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati). Pada prinsipnya konsep belajar tuntas berusaha menciptakan siswa agar memiliki kemampuan dan mengembangkan bakat atau keterampilan yang dimilikinya. Siswa atau peserta didik yang cerdas dan yang tidak cerdas di usahakan agar memiliki selisi bakat yang tidak jauh. Intinya belajar tuntas mengusahakan siswa mencapai standar kompetensi atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. John B. Carrol (1953) memiliki pandangan bahwa peserta didik yang cerdas atau memiliki kemampuan lebih, dapat mencapai tujuan pembelajaran dalam waktu yang sedikit, jika dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas. Untuk itu, agar semua pembelajaran dapat diserap atau di kuasai semua siswa (baik yang cerdas mau pun tidak), maka perlu p

Pengertian Sistem Pembelajaran Kelas Tuntas Berkelanjutan (Automatic Promotion)

Automatic Promotion atau lebih dikenal dengan Sistem Pembelajaran Kelas Tuntas  Berkelanjutan yaitu pembelajaran yang mengharapkan agar siswa dalam satu kelas bisa menguasai semua Kompetensi Dasar (KD) yang telah ditetapkan dari Standar Kompetensi (SK) yang termuat dalam kurikulum. Automatic Promotion mengharapkan semua siswa mendapat pengetahuan yang sama dalam setiap mata pelajaran. Biasanya pembelajaran ini menggunakan sistem  gruop based approach atau pendekatan kelompok. Dalam pembelajaran ini siswa tidak akan pindah pada materi lain atau tingkatan lain jika belum bisa menguasai pembelajaran. Karena pembelajaran ini mengutamakan agar semua siswa bisa dapat mencapai tujuan intruksional yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran ini adalah guru harus mengetahui sampai dimana penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan. Hal ini dimaksutkan agar semua siswa menguasai semua topik yang diberikan. Guru harus sering kali memberi post t

3 Ciri Ciri Media Pendidikan

Setelah sebelumnya kita membahas mengenai Pengertian Media Pembelajaran , Tentunya kita juga perlu mengenal ciri - ciri media pendidikan. Sebab kaitanya sangat erat. Dalam buku "Media Pembelajaran" karya Prof. Dr. Azhar Arsyad,  M.A. terdapat tiga ciri-ciri media pendidikan. Adapun ketiga ciri dari media pendidikan yang di ungkapkan oleh Gerlach and Ely 1971 yang digunakan sebagai alat bantu adalah sebagai berikut. 1. Fixative Property Fixative Property atau lebih dikenal dengan Ciri Fiksatif yaitu ciri dimana media harus mampu merekam, melestarikan, merekonstruksi dan menyimpan suatu objek atau peristiwa. Menurut ciri, media memiliki ciri dapat menyusun atau mengurut fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film. Objek yang telah direkam dengan video kamera dapat di produksi atau dikelola dengan mudah saat diperlukan. Media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu di trasportasikan tampa mengenal waktu. Ger