Keberhasilan penerapan konsep belajar tuntas sangat besar kaitanya dengan kondisi audies atau peserta didik. Hasil belajar siswa dapat maksimal sesuai dengan tuntutan kurikulum jika proses pembelajaran mengajar dilakukan secara sistematis.
Kesistematisan pembelajaran hanya dapat diperoleh dari stategi pembelajaran yang digunakan, terutama dalam strategi bagaimana mengorganisir tujuan pembelajaran, bahana ajaran, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap siswa yang belum dapat mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan kurikulum yang telah dirumuskan dalam silabus.
Untuk itu, Winkel (1996: 413) menyarankan bahwa jika ingin pembelajaran terstruktur demi memperoleh hasil maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari maka:
1. Tujuan – tujuan pembelajaran yang harus dicapai ditetapkan secara tegas. Semua tujuan pembelajaran dirangkaikan, materi pelajaran dibagi – bagi atas unit – unit pelajaran yang dirutkan, sesuai dengan rangkaian segala tujuan pembelajaran.
2. Setelah langkah diatas, maka hal pertama yang harus dilakukan yaitu menuntut peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan dirangkaikan. Jika siswa belum mencapai tujuan pembelajaran yang pertama secara serentak atau merata, maka peserta didik tidak boleh mempelajari unit pelejaran yang baru (tujuan pembelajaran yang kedua). Setelah tujuan pembelajaran pertama dikuasai, baru melangka ke tujuan pembelajaran ke dua dan seterusnya. Dalam artin setiap tujuan belajar harus tuntas satu per satu baru bisa dilanjutkan. Pada pembelajaran ini lebih menekankan Mastering atau penguasaan.
3. Selanjutnya yakni meningkatkan efektivitas usaha belajar siswa dan motivasi belajar, dengan memonotor proses belajar anak didik melalui testing berkala and kontinyu, serta guru harus berusaha memberi umpan balik terhadap keberhasilan atau kegagalan student pada testing formatif.
4. Siswa yang mengalami kegagan dalam testing formatif diberi pertolongan atau bantuan pada pelajaran yang kurang dipahami atau yang membuat dia gagal dalam testing. Seperti misalnya sesudah testing diberi pemahan lebih lanjut atau penjelasan yang detail materi yang membuat peserta didik gagal. Bantuan yang diberikan harus jelas dan efektif.
Konsep belajar tuntas sangat bagus diterapkan untuk meningkatkan kwalitas pendidikan terutama pada level mikro sebab Mastery Learning mengusahakan agar setiap peserta didik memahami seluruh pelajaran yang di sajikan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Selain dari strategi diatas, spikologi pendidikan asal Amerika Serikat, Banyamin. S. Bloom (1968) mengungkapkan tiga strategi dalam pembelajaran tuntas. Adapun ketiganya yakni (1) mengidentifikasi prakondisi, (2) mengembangkan prosedur operasional and hasil belajar serta (3) mengimplementasikan dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan kemampuan peserta didik dengan cara:
1. Corrective Technique. Pengajaran remedial, diberikan dengan teknik berbeda dengan tes sebelumnya. Dalam pemberian remedial harus sesuai dengan materi atau tujuan dimana peserta didik gagal. Dalam hal ini tidak boleh keluar dari tujuan pembalajarn dimana siswa gaga.
2. Siswa yang belum mampu menguasai pelajaran sesuai dengan tuntutan tujuan pembelajaran harus diberi tambahan waktu.
Konsep belajar tuntas lebih banyak diterapkan secara individual dan klasikal. Belajar tuntas dapat dilakukan bilamana dapat didukung sarana dan alat pembelajaran seperti perangkat keras dan perangkat lunak. Contohnya misalnya televisi, radio, computer dan lainnya (hardware).
Kemudian software seperti program – program yang terdapat di hardware. Selain itu, belajar tuntas juga dapat di implementasikan dengan menggunakan media internet melalui computer atau laptop dan smartphone.
Reff:
Yamin, Drs. H. Martinis, M. Pd. 2006. Profesionalisasi Guru and Implementasi, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Gaung Persada Press. Jakarta
Mukhtar, Martinis, (2001). Metode Pembelajaran yang Berhasil, Sesama Mitra Suksesa. Jakarta
Semiawan, Conny. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Winkel, WS., 1996. Psikologi Belajar, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Komentar
Posting Komentar