Langsung ke konten utama

Tingkat, Indikator dan Jenis-Jenis Kekerasan dalam Pendidikan

Hampir setiap harinya kita mendengar adanya kekerasan dalam dunia pendidikan. Baik melalui media social seperti facebook, twitter, bbm, intagram, TV, Koran, tabloid dan bahkan disekitar kita sendiri. Kebanyakan kekerasan tersebut dilakukan oleh kalangan guru dan orang tua siswa. Kekerasan pada umumnya diartikan sebagai sikap agresif pelaku yang melebihi kapasitas kewenangan (Thomas Santoso).

Dalam hukum Indonesia kekerasan terhadap siswa sudah dianggap sebagai tindakan criminal. Terdapat tiga tingkatan kekerasan terhadap peserta didik di Indonesia. Ada pun ketiga kekerasan tersebut yakni Voilence as potential atau kekerasan tingkat ringan, Voilence in education yaitu kekerasan tingkat sedang dan Criminal action yaitu kekerasan tingkat berat.

Ketiga kekerasan diatas terjadi karena berbagai penyebab baik factor Internal maupun factor eksternal. Kekerasan ini dapat muncul sewaktu-waktu dan bisa dilakukan siapa saja. Eri c Hoffer mengatakan, pemicu kekerasan dapat muncul karena, hal-hal seperti mempersatukan massa, rasa benci kolektif, perilaku meniru temanya, bujukan pihak tertentu, karena ajakan pemimpin atau yang ditokohkan, karena adanya aksi pebuka kekerasan, adanya unsur kecurigaan dan upaya penggalangan atau persatuan massa.

Selain itu unsur lain yang dapat mendorong timbulnya aksi kekerasan adalah keterikatan antar kelompok seperti clup, gank dan sebagainya, perilaku pura-pura atau bergaya, frustasi atau meremehkan kondisi masa kini, unsur supranatural, dokrin yang diyakininya dan karakter gerakan massa (Eric Hoffer).

Ketiga kekerasan diatas dapat diatasi denga penanaman nilai-nilai agama, budaya, pendidikan efektif and humanisasi pendidikan. Adapun Indikator dari ketiga kekerasan diatas adalah sebagai berikut.

1. Voilence As Potential Atau Kekerasan Tingkat Ringan
  • Kekerasan Tertutup (Covert) yakni kekerasan seperti mengancam, intimidasi, dan lainya yang membuat seseorang menjadi takut atau tertekan.
  • Unjuk Rasa yakni kekerasan seperti pengancaman terhadap rector karena melakukan swiping KTP terhadap mahasiswa sehingga terjadi ancaman seperti demo besar-besaran.
  • Pelecehan Martabat Seseorang yaitu pelanggaran yang berupa penghinaan yang berdampak pada kemarahan seseorang. Kekerasan seperti ini dapat menimbulkan kekerasan tingkat tinggi.
  • Penekanan Psikis yaitu penekatan yang berupa ancaman yang dapat memunculkan tekanan terhadap sesorang sehingga mau tak mau harus dilakukan.
  • Kekerasan Defesinve yakni kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan, misalnya barikade brimok untuk menahan aksi demo pilkada, sengketa tanah.

2. Voilence In Education Yaitu Kekerasan Tingkat Sedang
  • Terkait dengan fisik misalnya pemukulan
  • Pelanggaran aturan lembaga pendidikan misalnya pelecehan siswa
  • Membawa nama atribut atau symbol lembaga
  •  Kekerasan terbuka (overt)
  • Kekerasan kolektif (crowd)

3. Criminal Action Yaitu Kekerasan Tingkat Berat
  • Diatangi oleh pihak berwajib
  • Jalur hukum
  • Diluar wewenang lembaga pendidikan
  • Kekerasan offensive
Kekerasan diatas hampir memiliki kesamaan, namun yang membedakan adalah tingkat kekerasanya atau prilakunya terhadap kekerasan.

Berdasarkan tipologi dan indikator kekerasan diatas penulis akan memberikan beberapa contoh kekerasan yang sering terjadi dalam dunia pendidikan. Berikut 6 contohnya:

a. Kasus Kekerasan antar Pihak Sekolah

Kasus ini dikenal juga dengan kasus internal sekolah yaitu kasus yang terjadi di antara para pimpinan sekolah. Salah satu sekolah yang pernah mengalami hal ini yakni Sekolah Tinggi di Yogyakarta pada tanggal 16 maret 2016. Kasus ini berawal saat perebutan kursi pimpinan yayasan.

b. Kasus Kekerasan Antar Pelajar

Kasus ini sangat banyak dijumpai di kalangan pelajar. Salah satunya yakni perseteruan antara Menwa melawan anti Menwa di Solo 6 September 2002 yang melibatkan 3 mahasiswa jadi tersangka karena telah merusak markas Menwa.

c. Kasus Kekerasan Guru Terhadap Siswa

Kekerasan ini sering terjadi karena hukuman yang melebihi kepatutan, penganiayaan sapai pada tindak asusila. Salah satu contoh yang pernah terjadi yakni di SLTPN Klaten pada 23 Juli 2002. Seorang guru olaraga meminta muritnya untuk push up 100 kali dan roll depan sepanjang lapangan karena menilai siswanya telah mengabaikan pembelajaran. Akibatnya 3 siswa masuk rumah sakit, 15 pingsan dan puluhan luka-luka.

d. Kasus Kekerasan Pelajar Terhadap Guru

Kasus kekerasan siswa terhadap guru sudah banyak terjadi dikalangan pendidikan salah satunya yakni di salah satu SMUN Yogyakarta. Seorang siswa divonis satu tahun penjarah karena telah menganiaya kepala sekolahnya akibat di skorsing.

e. Kasus kekerasan Mahasiswa Terhadap Masyarakat

Kasus ini sangat jarang terjadi. Dalam beberapa tahun kasus kekerasan Mahasiswa Terhadap Masyarakat baru satu kali terjadi yakni di pada 2 September 2002. 4 wartawan di sekap beberapa mahasiswa PTN di Yogyakarta karna perploncohan akibat kasus proposal sosialisasi festival.

f. Kasus Kekerasan oleh Masyarakat

Kasus ini biasanya dilandasi masalah anak didik seperti misalnya kasus pemukulan guru oleh orang tua siswa di makassar. Selain itu juga kasus penyegelan sekolah Dasar di Yogyakarta oleh  warga karena masalah warisan (Assegaf Hal 71)


Reff:

Assegaf, Drs. Abd. Rahman, M.A, Pendidikan Tampa Kekerasan, Tipologi Kondisi, Kasus dan Konsep, 2004, Tiara Wacana, Yogya (Hal. 59-71) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsip dan Proposisi Belajaran Tuntas

Konsep belajar tuntas atau Mastery Learning adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit bahan pelajaran baik secara perorangan maupun kelompok sehingga apa yang dipelajari siswa dapat tercapai semua (Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati). Pada prinsipnya konsep belajar tuntas berusaha menciptakan siswa agar memiliki kemampuan dan mengembangkan bakat atau keterampilan yang dimilikinya. Siswa atau peserta didik yang cerdas dan yang tidak cerdas di usahakan agar memiliki selisi bakat yang tidak jauh. Intinya belajar tuntas mengusahakan siswa mencapai standar kompetensi atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. John B. Carrol (1953) memiliki pandangan bahwa peserta didik yang cerdas atau memiliki kemampuan lebih, dapat mencapai tujuan pembelajaran dalam waktu yang sedikit, jika dibandingkan dengan siswa yang kurang cerdas. Untuk itu, agar semua pembelajaran dapat diserap atau di kuasai semua siswa (baik yang cerdas mau pun tidak), maka perlu p

Pengertian Sistem Pembelajaran Kelas Tuntas Berkelanjutan (Automatic Promotion)

Automatic Promotion atau lebih dikenal dengan Sistem Pembelajaran Kelas Tuntas  Berkelanjutan yaitu pembelajaran yang mengharapkan agar siswa dalam satu kelas bisa menguasai semua Kompetensi Dasar (KD) yang telah ditetapkan dari Standar Kompetensi (SK) yang termuat dalam kurikulum. Automatic Promotion mengharapkan semua siswa mendapat pengetahuan yang sama dalam setiap mata pelajaran. Biasanya pembelajaran ini menggunakan sistem  gruop based approach atau pendekatan kelompok. Dalam pembelajaran ini siswa tidak akan pindah pada materi lain atau tingkatan lain jika belum bisa menguasai pembelajaran. Karena pembelajaran ini mengutamakan agar semua siswa bisa dapat mencapai tujuan intruksional yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran ini adalah guru harus mengetahui sampai dimana penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan. Hal ini dimaksutkan agar semua siswa menguasai semua topik yang diberikan. Guru harus sering kali memberi post t

3 Ciri Ciri Media Pendidikan

Setelah sebelumnya kita membahas mengenai Pengertian Media Pembelajaran , Tentunya kita juga perlu mengenal ciri - ciri media pendidikan. Sebab kaitanya sangat erat. Dalam buku "Media Pembelajaran" karya Prof. Dr. Azhar Arsyad,  M.A. terdapat tiga ciri-ciri media pendidikan. Adapun ketiga ciri dari media pendidikan yang di ungkapkan oleh Gerlach and Ely 1971 yang digunakan sebagai alat bantu adalah sebagai berikut. 1. Fixative Property Fixative Property atau lebih dikenal dengan Ciri Fiksatif yaitu ciri dimana media harus mampu merekam, melestarikan, merekonstruksi dan menyimpan suatu objek atau peristiwa. Menurut ciri, media memiliki ciri dapat menyusun atau mengurut fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film. Objek yang telah direkam dengan video kamera dapat di produksi atau dikelola dengan mudah saat diperlukan. Media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu di trasportasikan tampa mengenal waktu. Ger